Sunday 8 January 2017

Review Pengajian Majlis Musyawarah Fathul Qorib (M2FQ)

suasana santai musyawaroh Fathul Qorib bersama kang Iip ketua PAC GP ANSOR BANYUSARI

Sepuluh Kesunahan Wudhu

Minggu, 09 Januari 2017.
Malam hari ini aku temukan teman yang bisa diajak bertukar-pendapat. Dalam Bahasa kekiniannya sharing. Bahasa akrabnya musyawarah. Tentu bukan curhatan ibu-ibu arisan. Tapi ini sharing pengetahuan. Alhamdulillah yaa Allah. hehe

Pada kesempatan kali ini, kami membahas tentang beberapa kesunahan wudhu. Kang Iip, ketua Pengurus Anak Cabang Gerakan Pemuda ANSOR (PAC GP ANSOR) Banyusari Karawang sebagai roo’is-nya (petugas pembaca redaksi dan pemimpin musyawarah). Fashih sekali bacaannya. Lumayan jelas juga keterangannya. Memahamkan. Walaupun kadang masih kesulitan untuk membuat faham mustami’ yang kadang lola (loading lambat). Hehe

Dengan gaya ghalib seorang santri membaca kitab, ia mengawali “bismillahir rahmaanir rahiim. Qoolal mushonnifu rohimahullohu wa nafa’anaa bihi wa ‘uluumihi fid daroini. Aamiin”.

“Sunah-sunah wudhu ada sepuluh. 
Pertama, diawali dengan baca at-tasmiyyah (baca basmalah). Minimal membaca bismillah. Sempurnanya baca bismillahir rahmaanir rahiim. Kalo lupa baca basmalah diawal (misalkan), boleh dibaca di pertengahan wudhu. Tapi kalau selesai sudah wudhunya (baru inget basmalah ketinggalan) maka tidak boleh/usah membacanya. 
Kedua, membasuh telapak tangan sebelum berkumur sampai dua pergelangannya. Sebaiknya membasuhnya terlebih dahulu kalo masih meragukan kesuciannya sebelum memasukkannya kedalam tempat berwudhu (kalo gak pake keran tentunya. Hehe) yang hanya memuat volume air sedikit atau kurang dari dua qullah. Sehingga ketika belum dibasuh (dalam keadaan ragu), makruh hukumnya memasukkan telapak tangan ke dalam tempat itu. Tapi, kalo dan mantap, yaqin, kesuciannya  tidak masalah. 
Ketiga, Madhmadhoh atau berkumur setelah membasuh telapak tangan. Cukup dengan memasukkan air ke dalam mulut, kita sudah mendapatkan kesunnahan, baik mengkumur-kumur air lalu menyemburkannya ataupun tidak. Tapi yang lebih sempurna dengan menyemburkannya. 
Keempat, isytinsyaq, menghirup air ke dalam hidung. Dengan hanya memasukkan air ke dalam hidung, kita sudah bias mendapat pahala kesunnahan. Tapi yang lebih baik, lebih sempurna, sebaiknya dihirup sampai air terasa masuk kedalam pangkal hidung lalu meniupkannya kembali.  Dalam madhmadhoh dan isytinsyaq, kita disunahkan mubaalaghoh, menekankan, melebih-lebihkan, memantapkan. Dan menggabung madhmadhoh dan isytinsyaq dalam satu cidukkan air selama tiga kali lebih baik daripada memisahkannya. Sampai sini dulu, dilanjut pertemuan berikutnya, dengan roo’is yang berbeda,” terang ketua ANSOR itu.

Selesai sudah tugas pertamanya. Lanjut tugas berikutnya. Memimpin musyawarah.

Semprotan Burung; Solusi dan Inovasi Wudhu dengan Hemat Air

“Siapa yang mau bertanya?” tantangnya.

Dengan mengacungkan tangan, ketua M2FQ (saya lupa namanya. Hehe. Sorry nya mang!) bertanya mengenai seberapa kadar minimal air yang digunakan berwudhu.
Sontak, sahabat-sababat musyawiriin (peserta musyawaroh) mulai menahan-menahan pendapat-pendapat keilmuan didalam hatinya. Kang Sule, Kang Agus, dan yang lainnya, mulai duduk tak tenang. Ngempet jawaban. Hehe

Akhirnya, Kang Ustadz Balya menjawab, bahwa Nabi dalam berwudhu menggunakan satu mud dan dalam mandi satu sho’. Hemat air.

Lalu, musyawiriin yang lain lanjut mempertanyakan bagaimana caranya berwudhu dengan hanya satu mud, dalam takaran kita sekitar kurang dari satu liter?.

Saya coba menambahkan, bagaimana kalo berwudhu dengan menggunakan semprotan burung? Hehe. Itu kan lebih bias meminimalisir pemakaian air. Apakah shah wudhunya dan sudah masuk dalam kriteria redaksi goslu (membasuh) semprotan air tersebut?.

Akhirnya, diputuskan, bahwa tetap shah dan itu bias menjadi inovasi baru dalam penghematan konsumsi air. Asal bias merata dan bagian yang harus dibasuh dengan yang hanya diusap harus dibedakan kadar semprotannya.

Membasuh Sepatu, Bisa Disamakan Membasuh Muzah

Sepakat sudah untuk keputusan jawaban soal pertama.
Pembahasan kedua, mengenai, apakah praktek membasuh muzah (sepatu arab masalalu) bisa diaplikasikan pada kaos kaki atau sepatu?

Hasilnya adalah boleh. Jika menetapi syarat. Di antaraya: Satu, kaki harus dalam keadaan suci sebelum menggunakan sepatu. Dua, sepatu menutupi bagian anggota wudhu (ujung kaki sampai kedua mata kaki tertutup). Tiga, harus terbuat dari bahan yang kuat untuk perjalanan qoshor dan tidak tembus air.

Ketika seseorang menggunakan sepatu seperti syarat tersebut hanya di dalam rumah atau muqim, tidak dalam perjalanan, maka durasi waktu diperbolehkan hanya satu hari satu malam. Tapi, apabila digunakan perjalanan, maka berlaku tiga hari tiga malam. Semua itu dihitung mulai hadas pertama setelah pemakain sepatu.

Solusi Nikah Penyandang Tunawicara

Pembahasan terakhir mengenai, praktek transaksi orang bisu atau tunawicara. Misal dalam pernikahan. Bagaimana dengan shighotnya?. Memang agak melenceng dari tema. Tapi, katanya, ini pertanyaan yang pernah ditanyakan pada lebe (amil nikah). Dan belum ditemukan ibarohnya. Hehe
Ternyata ada jawabannya di kitab I’aanatut Tholibin dan al-Iqnaa. Bahwa, shighot bisa diganti dengan isyarah. Akan tetapi harus yang mufhimah. Dapat difaham tidak menimbulkan kinayah. Dan jika tidak bisa, bisa dengan cara melalui tulisan. Lalu jika tidak bisa keduanya, boleh diwakilkan. Semangat ya kawan tunawicara!!!!

Tak terasa sudah larut malam. Pukul 11.25 sudah. Sedap rasanya.
Seruuuu. Berbagi ilmu. Mengulang pelajaran. Mendapat pengetahuan.
Akhirnya ada tempat untukku. Tempat yang dirindukan sejak dulu. Berbagi dan mendapatkan ilmu. Di rumah gak Cuma turu.... hehehe

Syukron jaazilan.

Semoga berkah dan manfaah. Amiin