suasana santai musyawaroh Fathul Qorib bersama kang Iip ketua PAC GP ANSOR BANYUSARI |
oleh Me. Widjaya
Sepuluh Kesunahan Wudhu
Minggu, 09 Januari 2017.
Malam hari ini aku temukan teman yang bisa diajak
bertukar-pendapat. Dalam Bahasa kekiniannya sharing. Bahasa akrabnya
musyawarah. Tentu bukan curhatan ibu-ibu arisan. Tapi ini sharing
pengetahuan. Alhamdulillah yaa Allah. hehe
Pada kesempatan kali ini, kami membahas tentang beberapa kesunahan
wudhu. Kang Iip, ketua Pengurus Anak Cabang Gerakan Pemuda ANSOR (PAC GP ANSOR)
Banyusari Karawang sebagai roo’is-nya (petugas pembaca redaksi
dan pemimpin musyawarah). Fashih sekali bacaannya. Lumayan jelas juga
keterangannya. Memahamkan. Walaupun kadang masih kesulitan untuk membuat faham mustami’
yang kadang lola (loading lambat). Hehe
Dengan gaya ghalib seorang santri membaca kitab, ia
mengawali “bismillahir rahmaanir rahiim. Qoolal mushonnifu rohimahullohu wa
nafa’anaa bihi wa ‘uluumihi fid daroini. Aamiin”.
“Sunah-sunah wudhu ada sepuluh.
Pertama, diawali dengan
baca at-tasmiyyah (baca basmalah). Minimal membaca bismillah. Sempurnanya
baca bismillahir rahmaanir rahiim. Kalo lupa baca basmalah diawal
(misalkan), boleh dibaca di pertengahan wudhu. Tapi kalau selesai sudah
wudhunya (baru inget basmalah ketinggalan) maka tidak boleh/usah membacanya.
Kedua,
membasuh telapak tangan sebelum berkumur sampai dua pergelangannya. Sebaiknya
membasuhnya terlebih dahulu kalo masih meragukan kesuciannya sebelum
memasukkannya kedalam tempat berwudhu (kalo gak pake keran tentunya. Hehe) yang
hanya memuat volume air sedikit atau kurang dari dua qullah. Sehingga ketika
belum dibasuh (dalam keadaan ragu), makruh hukumnya memasukkan telapak tangan
ke dalam tempat itu. Tapi, kalo dan mantap, yaqin, kesuciannya tidak masalah.
Ketiga, Madhmadhoh
atau berkumur setelah membasuh telapak tangan. Cukup dengan memasukkan air
ke dalam mulut, kita sudah mendapatkan kesunnahan, baik mengkumur-kumur air
lalu menyemburkannya ataupun tidak. Tapi yang lebih sempurna dengan
menyemburkannya.
Keempat, isytinsyaq, menghirup air ke dalam hidung.
Dengan hanya memasukkan air ke dalam hidung, kita sudah bias mendapat pahala
kesunnahan. Tapi yang lebih baik, lebih sempurna, sebaiknya dihirup sampai air
terasa masuk kedalam pangkal hidung lalu meniupkannya kembali. Dalam madhmadhoh dan isytinsyaq,
kita disunahkan mubaalaghoh, menekankan, melebih-lebihkan, memantapkan. Dan
menggabung madhmadhoh dan isytinsyaq dalam satu cidukkan air
selama tiga kali lebih baik daripada memisahkannya. Sampai sini dulu, dilanjut
pertemuan berikutnya, dengan roo’is yang berbeda,” terang ketua ANSOR
itu.
Selesai sudah tugas pertamanya. Lanjut tugas berikutnya. Memimpin
musyawarah.
Semprotan Burung; Solusi dan Inovasi Wudhu dengan Hemat Air
“Siapa yang mau bertanya?” tantangnya.
Dengan mengacungkan tangan, ketua M2FQ (saya lupa namanya. Hehe.
Sorry nya mang!) bertanya mengenai seberapa kadar minimal air yang digunakan
berwudhu.
Sontak, sahabat-sababat musyawiriin (peserta musyawaroh)
mulai menahan-menahan pendapat-pendapat keilmuan didalam hatinya. Kang Sule,
Kang Agus, dan yang lainnya, mulai duduk tak tenang. Ngempet jawaban. Hehe
Akhirnya, Kang Ustadz Balya menjawab, bahwa Nabi dalam
berwudhu menggunakan satu mud dan dalam mandi satu sho’. Hemat air.
Lalu, musyawiriin yang lain lanjut mempertanyakan bagaimana
caranya berwudhu dengan hanya satu mud, dalam takaran kita sekitar kurang dari
satu liter?.
Saya coba menambahkan, bagaimana kalo berwudhu dengan
menggunakan semprotan burung? Hehe. Itu kan lebih bias meminimalisir pemakaian
air. Apakah shah wudhunya dan sudah masuk dalam kriteria redaksi goslu (membasuh)
semprotan air tersebut?.
Akhirnya, diputuskan, bahwa tetap shah dan itu bias menjadi
inovasi baru dalam penghematan konsumsi air. Asal bias merata dan bagian yang
harus dibasuh dengan yang hanya diusap harus dibedakan kadar semprotannya.
Membasuh Sepatu, Bisa Disamakan Membasuh Muzah
Sepakat sudah untuk keputusan jawaban soal pertama.
Pembahasan kedua, mengenai, apakah praktek membasuh muzah (sepatu
arab masalalu) bisa diaplikasikan pada kaos kaki atau sepatu?
Hasilnya adalah boleh. Jika menetapi syarat. Di antaraya: Satu,
kaki harus dalam keadaan suci sebelum menggunakan sepatu. Dua, sepatu menutupi
bagian anggota wudhu (ujung kaki sampai kedua mata kaki tertutup). Tiga, harus
terbuat dari bahan yang kuat untuk perjalanan qoshor dan tidak tembus air.
Ketika seseorang menggunakan sepatu seperti syarat tersebut
hanya di dalam rumah atau muqim, tidak dalam perjalanan, maka durasi waktu
diperbolehkan hanya satu hari satu malam. Tapi, apabila digunakan perjalanan,
maka berlaku tiga hari tiga malam. Semua itu dihitung mulai hadas pertama
setelah pemakain sepatu.
Solusi Nikah Penyandang Tunawicara
Pembahasan terakhir mengenai, praktek transaksi orang bisu
atau tunawicara. Misal dalam pernikahan. Bagaimana dengan shighotnya?. Memang agak
melenceng dari tema. Tapi, katanya, ini pertanyaan yang pernah ditanyakan pada lebe
(amil nikah). Dan belum ditemukan ibarohnya. Hehe
Ternyata ada jawabannya di kitab I’aanatut Tholibin dan
al-Iqnaa. Bahwa, shighot bisa diganti dengan isyarah. Akan tetapi harus yang
mufhimah. Dapat difaham tidak menimbulkan kinayah. Dan jika tidak bisa, bisa
dengan cara melalui tulisan. Lalu jika tidak bisa keduanya, boleh diwakilkan. Semangat
ya kawan tunawicara!!!!
Tak terasa sudah larut malam. Pukul 11.25 sudah. Sedap rasanya.
Seruuuu. Berbagi ilmu. Mengulang pelajaran. Mendapat pengetahuan.
Akhirnya ada tempat untukku. Tempat yang dirindukan sejak
dulu. Berbagi dan mendapatkan ilmu. Di rumah gak Cuma turu.... hehehe
Syukron jaazilan.
Semoga berkah dan manfaah. Amiin