Thursday 24 December 2015

Muslim Mengucapkan “Selamat Natal”, Tanda Imannya Kukuh


photo : misterkacang.net


Di setiap bulan Desember, perbincangan tentang hukum mengucapkan “selamat natal” bagi seorang Muslim, masih selalu menjadi topik yang hangat. Banyak yang masih memperdebatkan masalah ini. Mulai dari masa Ibnu Taymiyyah sampai masa sekarang ini.

Ada dua kelompok pendapat yang (terkesan) berlawanan. Pendapat pertama mengharamkan (melarang). Sedangkan pendapat kedua menghalalkan (memperbolehkan).

Lalu, apa yang menjadi alasan pengharaman?

Kelompok yang menghukumi haram, secara garis besar beralasan bahwa ketika seorang Muslim mengucapkan “selamat natal”, sebenarnya ia telah mengakui bahwa Allah Swt. telah dilahirkan atau Allah Swt melahirkan seorang anak pada tanggal 25 di bulan Desember. Karena menurut mereka, seorang nasrani bila ditanyakan kenapa merayakan natal, maka akan dijawab bahwa ini adalah hari kelahiran Yesus dan Yesus adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Sebagaimana makna populer “selamat natal” adalah pengakuan ketuhanan Yesus Kristus. Padahal dalam al-Qur’an disebutkan “lam yalid wa lam yuulad”, Allah tidak dilahirkan pula tidak memiliki anak (melahirkan). Selain itu, menurut kelompok ini, seorang Muslim yang mengucapkan “selamat natal” telah tasyabbuh (menyerupai) orang-orang Nasrani. Dan, Ucapan itu akan menghanyutkan keimanan seorang muslim pada kepercayaan nasrani. Bahkan ia dianggap telah menggadaikan agamanya sendiri. Betapa hati-hatinya kelompok ini, sampai-sampai melarang melakukan semua  aktivitas yang berkaitan atau berpartisipasi dalam terlaksananya upacara natal.

Dan bagaimana menurut kelompok yang memperbolehkan?
Berbeda dengan pendapat yang mengharamkan. Mengucapkan “selamat natal” tidak berarti mengakui dilahirkannya anak Tuhan. Mereka mengartikan “selamat natal” dengan selamat hari lahirnya Nabi Isa As. Sebagaimana dulu Nabi Isa AS mengucapkan selamat atas hari lahirnya, hari wafatnya, dan hari dibangkitkannya hidup kembali. Ini merupakan ucapan “selamat natal” pertama yang diabadikan al-Qur’an dalam surat Maryam ayat 33. Mengenai keyakinan nasrani, kelompok ini tidak mempermasalahkan. Bagi mereka kepercayaan mereka (Yesus sebagai Tuhan) dan bagiku kepercayaanku (Isa As sebagai hamba Allah yang dilahirkan melalui rahim Maryam).

Nah, dari sini dapat terlihat, bahwa pengharaman merupakan upaya memelihara keimanan, karena ditakutkan terjadi salah pemaknaan pada ucapan “selamat natal”. Oleh karenanya, dapat dipahami bahwa larangan tersebut ditujukan bagi orang yang ditakutkan kabur keimanannya. Kalau begitu, tidak sama bagi orang yang kedua, keimanannya tidak akan terkaburkan oleh ucapan “selamat natal”. Karena keimanannya yang kukuh dan memaknai ucapan itu sebagaimana kepercayaannya. Membiarkan mukhotob (lawan bicara) dengan keyakinannya dan si mutakallim (pengucap) dengan keyakinannya pula. 


Lalu, masihkah iman anda lemah?.  (M.e. Widjaya)


No comments:

Post a Comment